Minggu, 21 Oktober 2012

BAB II PEMBAHASAN 1. Gerakan kasus Sosial Keagamaan Permasalahan antar kelompok agama baru-baru ini menjadi perhatian dari berbagai pihak dan kalangan di Indonesia. Pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu yang berada di Indonesia melakukan berbagai usaha dalam menjawab permasalah hubungan antar kelompok agama ini, yang pada dasarnya adalah wilayah yang terbungkus oleh lingkungan multikultural. Akan tetapi, dalam pandangan masyarakat awam, langkah yang ditempuh oleh pihak-pihak yang harus bertanggung jawab tersebut, terkesan tidak memberikan hasil. Hal ini dinilai dari fakta dan realita yang ada, terutama yang diketahui dari berbagai media massa, bahwa masalah konflik antar kelompok ini tidak pernah menemukan titik temu untuk menyatakan damai. Salah satu masalah yang sangat sensitif, berhubungan dengan konflik antar kelompok ini, adalah permasalahan konflik antar pemeluk agama. Bahkan dalam beberapa kasus telah terjadi proses kriminalisasi terhadap kelompok-kelompok minoritas oleh kelompok dominan, dengan mempermasalahkan penodaan suatu agama dan mengganggu ketertiban umum. Indonesia memiliki struktur masyarakat yang majemuk yaitu, terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, kelompok, dan agama dalam kelompok masyarakat muncul praktek-praktek eksklusif sosial. Praktek eksklusif berdasar agama ini menyebabkan pengabaian, pengasingan dan pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang berdasarkan oleh pemahaman ajaran agama. Praktek eksklusif ini sering menimpa kelompok minoritas yaitu kepercayaan dan kelompok sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh negara. Pihak yang mempunyai daya untuk melakukan praktek eksklusif sosial terhadap kaum minoritas ini adalah kaum dominan (kelompok agama yang berkuasa) demi memperoleh kekuatan dan perhatian dari penguasa. Pluralitas agama di Indonesia di satu sisi menjadi kekayaan bangsa namun di sisi lain menjadi ancaman yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di masyarakat, bahkan disintegrasi nasional. Salah satu kasus keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah kasus ahmadiyah. a. Sejarah Ahmadiyah Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174 negara yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, dan Eropa. Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah anggota mereka di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran atau bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908. Dia dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835. Dia tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut atau berbohong, berpenyakit dan pencandu narkotik. Pemerintah koloni Inggris banyak berbuat baik kepada mereka sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah koloni Inggris. Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya. Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908. Pada awalnya, Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam yang lain sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW. 2. Ciri-ciri kkonsep keagamaan Agama atau bahasa arabnya ad-Din berasal dari asal kata da ya na. Dalam kamus arab traditioanal ia memberikan banyak arti, dari berbagai makna dayana ada 4 pengertian yang mempunyai hubung kait dengan agama menurut persepsi Islam: a. Dain/ qardh bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan rapat dengan kewujudan manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245), manusia yang berasal dari tiada kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat yang tak terhingga (wain tauddu). Sebagai peminjam kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa, akan tetapi Pemilik sebenar adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahkan untuk dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan beribadah, dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan manusia(al-Dhariyat:56). b. Maddana juga berasal dari kata dana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani, maddana yang bermakna membangun dan bertamaddun, oleh itu madinah dan madani hanya boleh digunakan untuk masyarakat yang beragama dan bukan sekular. Dari pengertian ini juga kita lihat ianya berhubung kait dengan konsep khilafah dimana manusia telah diamanahkan oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun tamadun yang sesuai dengan keinginan Allah(al-Qasas:5, al-Nur:55). c. Perkataan dana juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah sebagai Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Ini bermakna Allah adalah satu-satunya tuhan yang disembah, ditaati, dialah penguasa dan Raja. Tauhid uluhiyyah ini yang membezakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah al-hakimiyyah dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh tunduk kepada undang-undang buatan manusia. Kerana Allah Yang maha bijaksana dan maha mengetahui telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk ditegakkan dan dipatuhi(Yusuf:40,al-Nisa’:65). d. Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural, percaya adanya tuhan yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib disebalik apa yang dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah (al-Zukhruf:9, al-Rum:30) Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan seorang bayi itu lahir sebagai seorang Muslim. 3. Konsep Pengajaran Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seseorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Menurut Wasty Soemanto (1997 : 21) Pembelajaran mempunyai pengertian sebagai berikut: Pembelajaran mempunyai pengertian mirip dengan pengajaran, walaupun menpunyai konotasi yang berbeda. Dalam kontek pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek efektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Sedangkan menurut Darsono (2000:16) “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45)“Sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan, bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi perubahan tingkah laku siswa”. Kata pembelajaran merupakan pengganti istilah mengajar yang sudah cukup lama digunakan dalam dunia pendidikan.dengan adanya perubahan istilah ini diharapkan guru selalu ingat bahwa tugas utama adalah membelajarkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Darsono (2000:16) menyatakan bahwa “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Sedagkan proses pembelajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45) menyatakan “sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan,bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi adanya perubahan pada tingkah laku siswa”. Di sisi lain Darsono (2000: 21) menyatakan bahwa suatu pembelajaran memiliki cirri-ciri, diantaranya sebagai berikut: 1. Direncanakan secara sistematis 2. Menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa 3. Menyediakan bahan belajar yang mearik dean menantang siswa 4. Menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik 5. Menciptakan suasana belajar aman dan menyenangkan bagi siswa 6. Membuat siswa siap menerima pelajaran,secara fisik dan psikis. Dari paparan diatas terlihat bahwa pembelajaran memiliki tujuan dalam membantu siswa memperoleh berbagai pengalaman,perubahan tingkah laku serta peningkatan kualitas dan kuantitas. Kriteria keberhasilan pembeLajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000 :48) dapat ditinjau sari sudut proses dan sudut hasil yang dicapai nya, dengan criteria sebagai berikut: Kriteria keberhasilan pembelajaran ditinjau dari sudut proses. 1. Pengajaran direncanakan dan dipersiapkan dahulu oleh guru serta melibatkan siswa secara sistematik 2. Guru memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan pembelajaran 3. Siswa menempuh kegiatan pembelajaran melalui metode dan multi media yang dipakai guru 4. Pembelajaran dirancang dengan menyenangkan 5. Siswa memiliki kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya 6. Kelas memiliki suasana yang kaya alat dan bahan sehingga klas berperan sebagai laboratorium. Dari berbagai faktor pembelajaran Sudjana dan Ibrahim (2000 :47) “Menyatakan adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari”. Dari kutipan diatas jelas bahwa siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Mereka harus mengarahkan segala cara untuk mencapainya. Walaupun demikian hasil yang diraih siswa masih tergantung dari lingkungan. Ada factor-faktor luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengeruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pembelajaran. Kualitas Pembelajaran yang dimaksud adalah tnggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa disekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Cara memberikan pelajaran yang digunakan pengajar dalam memberikan pelajaran dan bimbingan sering kali berpengaruh terhadap siswa dalam menyelesaikan sekolahnya. Memang tidak dapat dipungkiri ada sebagian pengajar yang memberikan pelayanannya dengan kurang tepat, tanpa memperhatikan apakah siswa mengerti atau tidak, berbicara kurang jelas sehingga siswa kurang mengerti pelajaran dengan baik. Menurut Slameto (2000 : 52) “Penjabaran dari metode pembelajaran adalah suatu cara yang harus dilalui didalam pembelajaran, supaya siswa dapat menerima, menguasai dan mengembangkan pelajaran yang diberikan guru, maka cara yang dilakukan dalam pembelajaran haruslah tepat,efisien serta efektif”. 4. Pola-pola sosial keagamaan Agama mengandung pengertian yang berhubungan serta mengatur segala aspek kehidupan manusia yang bersifat rohaniah dan bersifat jasmaniah. Agama sebagai pengatur hidup akan dapat dirasakan manfaatnya apabila pemeluknya menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya itu. Istilah agama dalam bahasa Inggris dikenal sebagai religion, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah religie, serta dalam bahasa Arab dipergunakan kata ad din. Ad din merupakan suatu istilah untuk menyebut satu macam ilmu yang berdasarkan iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada Rasul atau utusan-Nya dengan jalan wahyu. Dalam bahasa Latin, istilah religion berasal dari kata re-eligare, yang berarti memilih kembali dari jalan sesat ke jalan Tuhan. Istilah agama, semula berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas tiga suku kata, yakni: a, gam, dan a. Huruf: a sebagai awal kata mengandung makna: tidak, kata: gam sebagai akar kata kerja berarti pergi, sedangkan huruf: a sebagai akhiran tidak mengandung makna apapun. Dengan demikian istilah agama dalam bahasa Sanskerta berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi. Istilah agama dalam bahasa Sanskerta juga bisa diartikan sebagai suatu doktrin, atau aturan tradisional yang suci. Pengertian agama dalam arti jiwa kerohanian agama yang bersangkutan mengandung makna sebagai dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Adapun menurut pendapat Anthony FC Wallace, dalam bukunya yang berjudul “An Antropological View “, definisi agama adalah seperangkat upacara, yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Jadi, menurut pandangan Wallace, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan manusia. Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya yang berjudul “Sociolo-gy” mendefinisikan agama sebagai suatu pola akidah-akidah atau kepercayaan-kepercayaan, sikap emosional dan praktik-praktik yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba meme-cahkan soal-soal “ultimate“ dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini Ogburn dan Nimkoff hanya memandang agama sebagai suatu gejala sosial dan tidak menyebut agama sebagai pegangan atau tuntunan bagi kehidupan manusia. a. Unsur-Unsur Agama Pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara agama dan religi. Dalam praktiknya di Indonesia sebutan agama hanya dibatasi pada semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh negara, artinya agama yang mengajarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki Nabi sebagai pendiri agama, memiliki Kitab Suci, memiliki umat yang menganutnya, diakui keberadaannya di dunia internasional, memiliki tempat ibadah khusus, dan terdapat kegiatan ritual. Secara terperinci Koentjaraningrat mengemukakan bahwa tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat komponen, yaitu sebagai berikut. 1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius. 2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta tentang wujud dari alam gaib. 3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. 4. Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan dan yang melakukan upacara-upacara religius. Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara religius, dan kelompok-kelompok religius yang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religius merupakan ciptaan dan hasrat akal manusia, sedangkan komponen emosi keagamaan digetarkan oleh cahaya Tuhan. Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang mengge-rakkan jiwa manusia. Hal tersebut dapat dirasakan manusia dalam keadaan seorang diri dan dalam kondisi lingkungan yang sunyi senyap. Dalam keadaan demikian manusia dapat berdoa dengan khidmat sambil membayangkan Tuhan, dewa, roh atau lainnya yang merupakan wujud keyakinan religiusnya. Sistem kepercayaan dalam suatu religi dijiwai oleh emosi keagamaan, tetapi sebaliknya emosi keagamaan juga bisa terpengaruh oleh sistem kepercayaan. Sebagai contoh: seorang umat Katolik yang masuk ke dalam gereja Katolik dan melihat kemegahan altar dengan salib dan patung Yesus, bisa merasakan emosi dalam dirinya yang menimbulkan perasaan khidmat, hormat, teduh, dan perasaan yang cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Padahal bagi orang yang bukan beragama Katolik apabila masuk ke gereja tersebut tidak merasakan apa-apa dalam dirinya, dingin tanpa emosi sama seperti bila melihat benda-benda serupa di toko atau di tempat lain. Dalam hal ini benda-benda yang ada di dalam gereja seperti salib dan patung Yesus merupakan unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan Katolik. Unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan masing-masing agama berbeda-beda, salah satu unsur yang sama adalah Kitab Suci, karena setiap agama berpedoman pada ajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika orang bisa sedemikian marah dan tersingggung jika benda-benda yang merupakan bagian dari sistem kepercayaannya disia-siakan orang lain. Banyak konflik horizontal yang berbau SARA meletus karena letupan emosi keagamaan. Komponen yang merupakan pelaku sistem upacara religius adalah para pengikut atau umat yang tergabung dalam kesatuan sosial atau kelompok religius, sebagai umat yang menganut sistem upacara religius tersebut. Kelompok religius ini bisa terdiri atas: 1. keluarga inti; 2. kelompok kekerabatan yang lebih luas; 3. kesatuan komunitas; 4. organisasi religius. Kelompok dan kesatuan religius tersebut pada umumnya berorientasi terhadap sistem kepercayaan dari religi yang bersang-kutan dan secara berulang atau sebagian atau dalam keseluruhan-nya secara periodik berkumpul untuk melakukan sistem upacara-nya. Dalam kehidupan di dunia ini, kita pasti memeluk suatu agama. Dengan agama, kehidupan kita akan teratur, baik dalam aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sebagai manusia yang beragama kita harus menghayati dan mengamalkan ajaran agama kita masing-masing. Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai landasan, pegangan, dan tuntunan untuk berbuat dan berperilaku dalam menghadapi segala macam permasalahan kehidupan. Agama mengandung tiga inti pokok dasar sebagai berikut. 1. Iman. 2. Ibadat (liturgi). 3. Akhlak. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara anggota masyarakat. Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadat maupun dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama. Ibadat (liturgi) mempunyai peran ganda sebagai berikut. 1. Sebagai pengatur hubungan setiap pribadi dengan Sang Pencipta. 2. Sebagai alat untuk mengatur hubungan antara sesama manusia. Akhlak sebagai bagian pokok agama merupakan bagian dari pembentukan sikap mental yang merupakan syarat terpenting dalam membina dan memelihara ketenteraman masyarakat. Jika dalam suatu masyarakat yang anggotanya terdiri atas pribadi-pribadi berakhlak baik, akan terbina dan terpelihara ketenteraman. Dengan demikian akhlak merupakan kekuatan moral serta pencerminan dari kebersihan dan kesucian jiwa yang mempunyai kekuatan lebih dari hukum, undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. Pada masa kehidupan manusia purba, kehidupan manusia sangat bergantung pada keadaan alam sekitarnya. Manusia purba belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatasi segala bentuk perubahan alam. Mereka selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam mengatasi berbagai bentuk perubahan alam lingkungan di sekitarnya. Ketergantungan hidup manusia purba terhadap kondisi alam memunculkan pola pemikiran yang mengakui adanya kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Mereka menghadapi kekuatan-kekuatan gaib tersebut dengan kekuatan gaib pula, yaitu dengan mengadakan upacara-upacara khusus sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang ia alami. Misal: mengalami bahaya banjir besar mereka berupaya mengadakan upacara ritual untuk mencegah terjadinya banjir ketika memulai bercocok tanam mereka mengadakan upacara khusus agar hasil tanamannya baik, dan sebagainya. 5. Konflik atau kasus keagamaan di Indonesia Mesjid Istiqlal karya-arsitektural seorang Batak-Kristen, F. Silaban, bersebelahan dengan sebuah Katedral di Jakarta (Sumber: zakiahhidayati.wordpress.com). Di Bekasi, tak jauh dari jakarta, sekelompok saudara-saudara kita dari Front Pembela Islam (FPI) mengancam keselamatan sesama saudara-saudari Indonesia mereka sendiri. Upaya-upaya silaturahmi antara komunitas-komunitas Kristen dengan komunitas-komunitas Muslim termasuk FPI dalam menjalankan pelayanan sosial. Tidak hanya di kalangan Islam ada yang kita sebut Islam garis keras, sebenarnya ini adalah istilah yang debateable, sebab setahu saya PFI pun tak mau disebut sebagai kelompok garis keras. Mereka mengatakan mereka pembela Islam dan silahkan kita hargai itu. Di kalangan Kristen ada juga yang bergaris-keras, walau tentu saja, mereka pun tak menyukai istilah ini. Mereka menyebut diri sebagai pihak yang menjalankan mandat agama. Berbeda dengan agama Yahudi atau Parmalim di Tanah Batak, baik Kristen maupun Islam adalah agama-agama yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pengikut Yahudi atau Parmalim tak punya kepentingan untuk menyahudikan atau memarmalimkan yang bukan Yahudi atau yang bukan Batak. Kristen dan Islam sebaliknya, kedua agama ini boleh mengkristenkan dan mengislamkan yang bukan Kristen atau yang bukan Islam. Artinya: orang yang belum Kristen boleh masuk Kristen; yang belum Islam boleh masuk Islam. Maka wajar bisa muncul konflik apalagi kalau ada yang Muslim menjadi Kristen atau sebaliknya. Khususnya di Indonesia, dalam pengamatan saya, kita lebih mudah ribut kalau yang pindah agama itu yang Muslim ke Kristen, kalau sebaliknya, suara keributan jauh lebih kecil atau tak terdengar. Mungkin ini ada kaitannya dengan persentasi pemeluk kedua agama ini di Indonesia. Untuk konteks seperti Indonesia bahkan untuk konteks global, adalah baik dan paling baik bagi para pemeluk agama sedapat mungkin saling bersilaturahmi termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka sehingga hal-hal negatif dan saling curiga akibat tidak saling mengerti bisa kita hapuskan. Menghabiskan energi untuk saling berkonflik dan saling curiga, tiada yang untung sama sekali. Malah menguras energi dan membuat citra kita di dalam maupun di luar negeri menjadi buruk. Kalau kita bisa saling bersilaturahmi di tingkat akar-rumput dengan baik, itu akan menjadi kekuatan besar; menjadi modal sosial bersama-sama termasuk untuk memperbaiki kualitas bangsa ini. a. Konflik Islam Modern Dan Islam Tradisional Di Indonesia Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an, melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984, respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik. Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society. Antagonisme politik yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno), membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi komplementatif dan suplementatif. Dengan cirri seperti ini, sipil society berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang, state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan. Pendekatan Hegelian seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam. Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar 1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP. Dengan motivasi seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an. Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999). Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya. Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.
BAB II PEMBAHASAN 1. Gerakan kasus Sosial Keagamaan Permasalahan antar kelompok agama baru-baru ini menjadi perhatian dari berbagai pihak dan kalangan di Indonesia. Pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu yang berada di Indonesia melakukan berbagai usaha dalam menjawab permasalah hubungan antar kelompok agama ini, yang pada dasarnya adalah wilayah yang terbungkus oleh lingkungan multikultural. Akan tetapi, dalam pandangan masyarakat awam, langkah yang ditempuh oleh pihak-pihak yang harus bertanggung jawab tersebut, terkesan tidak memberikan hasil. Hal ini dinilai dari fakta dan realita yang ada, terutama yang diketahui dari berbagai media massa, bahwa masalah konflik antar kelompok ini tidak pernah menemukan titik temu untuk menyatakan damai. Salah satu masalah yang sangat sensitif, berhubungan dengan konflik antar kelompok ini, adalah permasalahan konflik antar pemeluk agama. Bahkan dalam beberapa kasus telah terjadi proses kriminalisasi terhadap kelompok-kelompok minoritas oleh kelompok dominan, dengan mempermasalahkan penodaan suatu agama dan mengganggu ketertiban umum. Indonesia memiliki struktur masyarakat yang majemuk yaitu, terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, kelompok, dan agama dalam kelompok masyarakat muncul praktek-praktek eksklusif sosial. Praktek eksklusif berdasar agama ini menyebabkan pengabaian, pengasingan dan pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang berdasarkan oleh pemahaman ajaran agama. Praktek eksklusif ini sering menimpa kelompok minoritas yaitu kepercayaan dan kelompok sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh negara. Pihak yang mempunyai daya untuk melakukan praktek eksklusif sosial terhadap kaum minoritas ini adalah kaum dominan (kelompok agama yang berkuasa) demi memperoleh kekuatan dan perhatian dari penguasa. Pluralitas agama di Indonesia di satu sisi menjadi kekayaan bangsa namun di sisi lain menjadi ancaman yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di masyarakat, bahkan disintegrasi nasional. Salah satu kasus keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah kasus ahmadiyah. a. Sejarah Ahmadiyah Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174 negara yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, dan Eropa. Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah anggota mereka di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran atau bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908. Dia dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835. Dia tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut atau berbohong, berpenyakit dan pencandu narkotik. Pemerintah koloni Inggris banyak berbuat baik kepada mereka sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah koloni Inggris. Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya. Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908. Pada awalnya, Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam yang lain sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW. 2. Ciri-ciri kkonsep keagamaan Agama atau bahasa arabnya ad-Din berasal dari asal kata da ya na. Dalam kamus arab traditioanal ia memberikan banyak arti, dari berbagai makna dayana ada 4 pengertian yang mempunyai hubung kait dengan agama menurut persepsi Islam: a. Dain/ qardh bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan rapat dengan kewujudan manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245), manusia yang berasal dari tiada kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat yang tak terhingga (wain tauddu). Sebagai peminjam kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa, akan tetapi Pemilik sebenar adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahkan untuk dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan beribadah, dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan manusia(al-Dhariyat:56). b. Maddana juga berasal dari kata dana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani, maddana yang bermakna membangun dan bertamaddun, oleh itu madinah dan madani hanya boleh digunakan untuk masyarakat yang beragama dan bukan sekular. Dari pengertian ini juga kita lihat ianya berhubung kait dengan konsep khilafah dimana manusia telah diamanahkan oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun tamadun yang sesuai dengan keinginan Allah(al-Qasas:5, al-Nur:55). c. Perkataan dana juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah sebagai Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Ini bermakna Allah adalah satu-satunya tuhan yang disembah, ditaati, dialah penguasa dan Raja. Tauhid uluhiyyah ini yang membezakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah al-hakimiyyah dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh tunduk kepada undang-undang buatan manusia. Kerana Allah Yang maha bijaksana dan maha mengetahui telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk ditegakkan dan dipatuhi(Yusuf:40,al-Nisa’:65). d. Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural, percaya adanya tuhan yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib disebalik apa yang dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah (al-Zukhruf:9, al-Rum:30) Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan seorang bayi itu lahir sebagai seorang Muslim. 3. Konsep Pengajaran Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seseorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Menurut Wasty Soemanto (1997 : 21) Pembelajaran mempunyai pengertian sebagai berikut: Pembelajaran mempunyai pengertian mirip dengan pengajaran, walaupun menpunyai konotasi yang berbeda. Dalam kontek pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek efektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Sedangkan menurut Darsono (2000:16) “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45)“Sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan, bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi perubahan tingkah laku siswa”. Kata pembelajaran merupakan pengganti istilah mengajar yang sudah cukup lama digunakan dalam dunia pendidikan.dengan adanya perubahan istilah ini diharapkan guru selalu ingat bahwa tugas utama adalah membelajarkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Darsono (2000:16) menyatakan bahwa “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Sedagkan proses pembelajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45) menyatakan “sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan,bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi adanya perubahan pada tingkah laku siswa”. Di sisi lain Darsono (2000: 21) menyatakan bahwa suatu pembelajaran memiliki cirri-ciri, diantaranya sebagai berikut: 1. Direncanakan secara sistematis 2. Menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa 3. Menyediakan bahan belajar yang mearik dean menantang siswa 4. Menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik 5. Menciptakan suasana belajar aman dan menyenangkan bagi siswa 6. Membuat siswa siap menerima pelajaran,secara fisik dan psikis. Dari paparan diatas terlihat bahwa pembelajaran memiliki tujuan dalam membantu siswa memperoleh berbagai pengalaman,perubahan tingkah laku serta peningkatan kualitas dan kuantitas. Kriteria keberhasilan pembeLajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000 :48) dapat ditinjau sari sudut proses dan sudut hasil yang dicapai nya, dengan criteria sebagai berikut: Kriteria keberhasilan pembelajaran ditinjau dari sudut proses. 1. Pengajaran direncanakan dan dipersiapkan dahulu oleh guru serta melibatkan siswa secara sistematik 2. Guru memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan pembelajaran 3. Siswa menempuh kegiatan pembelajaran melalui metode dan multi media yang dipakai guru 4. Pembelajaran dirancang dengan menyenangkan 5. Siswa memiliki kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya 6. Kelas memiliki suasana yang kaya alat dan bahan sehingga klas berperan sebagai laboratorium. Dari berbagai faktor pembelajaran Sudjana dan Ibrahim (2000 :47) “Menyatakan adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari”. Dari kutipan diatas jelas bahwa siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Mereka harus mengarahkan segala cara untuk mencapainya. Walaupun demikian hasil yang diraih siswa masih tergantung dari lingkungan. Ada factor-faktor luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengeruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pembelajaran. Kualitas Pembelajaran yang dimaksud adalah tnggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa disekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Cara memberikan pelajaran yang digunakan pengajar dalam memberikan pelajaran dan bimbingan sering kali berpengaruh terhadap siswa dalam menyelesaikan sekolahnya. Memang tidak dapat dipungkiri ada sebagian pengajar yang memberikan pelayanannya dengan kurang tepat, tanpa memperhatikan apakah siswa mengerti atau tidak, berbicara kurang jelas sehingga siswa kurang mengerti pelajaran dengan baik. Menurut Slameto (2000 : 52) “Penjabaran dari metode pembelajaran adalah suatu cara yang harus dilalui didalam pembelajaran, supaya siswa dapat menerima, menguasai dan mengembangkan pelajaran yang diberikan guru, maka cara yang dilakukan dalam pembelajaran haruslah tepat,efisien serta efektif”. 4. Pola-pola sosial keagamaan Agama mengandung pengertian yang berhubungan serta mengatur segala aspek kehidupan manusia yang bersifat rohaniah dan bersifat jasmaniah. Agama sebagai pengatur hidup akan dapat dirasakan manfaatnya apabila pemeluknya menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya itu. Istilah agama dalam bahasa Inggris dikenal sebagai religion, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah religie, serta dalam bahasa Arab dipergunakan kata ad din. Ad din merupakan suatu istilah untuk menyebut satu macam ilmu yang berdasarkan iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada Rasul atau utusan-Nya dengan jalan wahyu. Dalam bahasa Latin, istilah religion berasal dari kata re-eligare, yang berarti memilih kembali dari jalan sesat ke jalan Tuhan. Istilah agama, semula berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas tiga suku kata, yakni: a, gam, dan a. Huruf: a sebagai awal kata mengandung makna: tidak, kata: gam sebagai akar kata kerja berarti pergi, sedangkan huruf: a sebagai akhiran tidak mengandung makna apapun. Dengan demikian istilah agama dalam bahasa Sanskerta berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi. Istilah agama dalam bahasa Sanskerta juga bisa diartikan sebagai suatu doktrin, atau aturan tradisional yang suci. Pengertian agama dalam arti jiwa kerohanian agama yang bersangkutan mengandung makna sebagai dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Adapun menurut pendapat Anthony FC Wallace, dalam bukunya yang berjudul “An Antropological View “, definisi agama adalah seperangkat upacara, yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Jadi, menurut pandangan Wallace, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan manusia. Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya yang berjudul “Sociolo-gy” mendefinisikan agama sebagai suatu pola akidah-akidah atau kepercayaan-kepercayaan, sikap emosional dan praktik-praktik yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba meme-cahkan soal-soal “ultimate“ dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini Ogburn dan Nimkoff hanya memandang agama sebagai suatu gejala sosial dan tidak menyebut agama sebagai pegangan atau tuntunan bagi kehidupan manusia. a. Unsur-Unsur Agama Pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara agama dan religi. Dalam praktiknya di Indonesia sebutan agama hanya dibatasi pada semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh negara, artinya agama yang mengajarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki Nabi sebagai pendiri agama, memiliki Kitab Suci, memiliki umat yang menganutnya, diakui keberadaannya di dunia internasional, memiliki tempat ibadah khusus, dan terdapat kegiatan ritual. Secara terperinci Koentjaraningrat mengemukakan bahwa tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat komponen, yaitu sebagai berikut. 1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius. 2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta tentang wujud dari alam gaib. 3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. 4. Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan dan yang melakukan upacara-upacara religius. Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara religius, dan kelompok-kelompok religius yang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religius merupakan ciptaan dan hasrat akal manusia, sedangkan komponen emosi keagamaan digetarkan oleh cahaya Tuhan. Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang mengge-rakkan jiwa manusia. Hal tersebut dapat dirasakan manusia dalam keadaan seorang diri dan dalam kondisi lingkungan yang sunyi senyap. Dalam keadaan demikian manusia dapat berdoa dengan khidmat sambil membayangkan Tuhan, dewa, roh atau lainnya yang merupakan wujud keyakinan religiusnya. Sistem kepercayaan dalam suatu religi dijiwai oleh emosi keagamaan, tetapi sebaliknya emosi keagamaan juga bisa terpengaruh oleh sistem kepercayaan. Sebagai contoh: seorang umat Katolik yang masuk ke dalam gereja Katolik dan melihat kemegahan altar dengan salib dan patung Yesus, bisa merasakan emosi dalam dirinya yang menimbulkan perasaan khidmat, hormat, teduh, dan perasaan yang cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Padahal bagi orang yang bukan beragama Katolik apabila masuk ke gereja tersebut tidak merasakan apa-apa dalam dirinya, dingin tanpa emosi sama seperti bila melihat benda-benda serupa di toko atau di tempat lain. Dalam hal ini benda-benda yang ada di dalam gereja seperti salib dan patung Yesus merupakan unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan Katolik. Unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan masing-masing agama berbeda-beda, salah satu unsur yang sama adalah Kitab Suci, karena setiap agama berpedoman pada ajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika orang bisa sedemikian marah dan tersingggung jika benda-benda yang merupakan bagian dari sistem kepercayaannya disia-siakan orang lain. Banyak konflik horizontal yang berbau SARA meletus karena letupan emosi keagamaan. Komponen yang merupakan pelaku sistem upacara religius adalah para pengikut atau umat yang tergabung dalam kesatuan sosial atau kelompok religius, sebagai umat yang menganut sistem upacara religius tersebut. Kelompok religius ini bisa terdiri atas: 1. keluarga inti; 2. kelompok kekerabatan yang lebih luas; 3. kesatuan komunitas; 4. organisasi religius. Kelompok dan kesatuan religius tersebut pada umumnya berorientasi terhadap sistem kepercayaan dari religi yang bersang-kutan dan secara berulang atau sebagian atau dalam keseluruhan-nya secara periodik berkumpul untuk melakukan sistem upacara-nya. Dalam kehidupan di dunia ini, kita pasti memeluk suatu agama. Dengan agama, kehidupan kita akan teratur, baik dalam aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sebagai manusia yang beragama kita harus menghayati dan mengamalkan ajaran agama kita masing-masing. Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai landasan, pegangan, dan tuntunan untuk berbuat dan berperilaku dalam menghadapi segala macam permasalahan kehidupan. Agama mengandung tiga inti pokok dasar sebagai berikut. 1. Iman. 2. Ibadat (liturgi). 3. Akhlak. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara anggota masyarakat. Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadat maupun dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama. Ibadat (liturgi) mempunyai peran ganda sebagai berikut. 1. Sebagai pengatur hubungan setiap pribadi dengan Sang Pencipta. 2. Sebagai alat untuk mengatur hubungan antara sesama manusia. Akhlak sebagai bagian pokok agama merupakan bagian dari pembentukan sikap mental yang merupakan syarat terpenting dalam membina dan memelihara ketenteraman masyarakat. Jika dalam suatu masyarakat yang anggotanya terdiri atas pribadi-pribadi berakhlak baik, akan terbina dan terpelihara ketenteraman. Dengan demikian akhlak merupakan kekuatan moral serta pencerminan dari kebersihan dan kesucian jiwa yang mempunyai kekuatan lebih dari hukum, undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. Pada masa kehidupan manusia purba, kehidupan manusia sangat bergantung pada keadaan alam sekitarnya. Manusia purba belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatasi segala bentuk perubahan alam. Mereka selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam mengatasi berbagai bentuk perubahan alam lingkungan di sekitarnya. Ketergantungan hidup manusia purba terhadap kondisi alam memunculkan pola pemikiran yang mengakui adanya kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Mereka menghadapi kekuatan-kekuatan gaib tersebut dengan kekuatan gaib pula, yaitu dengan mengadakan upacara-upacara khusus sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang ia alami. Misal: mengalami bahaya banjir besar mereka berupaya mengadakan upacara ritual untuk mencegah terjadinya banjir ketika memulai bercocok tanam mereka mengadakan upacara khusus agar hasil tanamannya baik, dan sebagainya. 5. Konflik atau kasus keagamaan di Indonesia Mesjid Istiqlal karya-arsitektural seorang Batak-Kristen, F. Silaban, bersebelahan dengan sebuah Katedral di Jakarta (Sumber: zakiahhidayati.wordpress.com). Di Bekasi, tak jauh dari jakarta, sekelompok saudara-saudara kita dari Front Pembela Islam (FPI) mengancam keselamatan sesama saudara-saudari Indonesia mereka sendiri. Upaya-upaya silaturahmi antara komunitas-komunitas Kristen dengan komunitas-komunitas Muslim termasuk FPI dalam menjalankan pelayanan sosial. Tidak hanya di kalangan Islam ada yang kita sebut Islam garis keras, sebenarnya ini adalah istilah yang debateable, sebab setahu saya PFI pun tak mau disebut sebagai kelompok garis keras. Mereka mengatakan mereka pembela Islam dan silahkan kita hargai itu. Di kalangan Kristen ada juga yang bergaris-keras, walau tentu saja, mereka pun tak menyukai istilah ini. Mereka menyebut diri sebagai pihak yang menjalankan mandat agama. Berbeda dengan agama Yahudi atau Parmalim di Tanah Batak, baik Kristen maupun Islam adalah agama-agama yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pengikut Yahudi atau Parmalim tak punya kepentingan untuk menyahudikan atau memarmalimkan yang bukan Yahudi atau yang bukan Batak. Kristen dan Islam sebaliknya, kedua agama ini boleh mengkristenkan dan mengislamkan yang bukan Kristen atau yang bukan Islam. Artinya: orang yang belum Kristen boleh masuk Kristen; yang belum Islam boleh masuk Islam. Maka wajar bisa muncul konflik apalagi kalau ada yang Muslim menjadi Kristen atau sebaliknya. Khususnya di Indonesia, dalam pengamatan saya, kita lebih mudah ribut kalau yang pindah agama itu yang Muslim ke Kristen, kalau sebaliknya, suara keributan jauh lebih kecil atau tak terdengar. Mungkin ini ada kaitannya dengan persentasi pemeluk kedua agama ini di Indonesia. Untuk konteks seperti Indonesia bahkan untuk konteks global, adalah baik dan paling baik bagi para pemeluk agama sedapat mungkin saling bersilaturahmi termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka sehingga hal-hal negatif dan saling curiga akibat tidak saling mengerti bisa kita hapuskan. Menghabiskan energi untuk saling berkonflik dan saling curiga, tiada yang untung sama sekali. Malah menguras energi dan membuat citra kita di dalam maupun di luar negeri menjadi buruk. Kalau kita bisa saling bersilaturahmi di tingkat akar-rumput dengan baik, itu akan menjadi kekuatan besar; menjadi modal sosial bersama-sama termasuk untuk memperbaiki kualitas bangsa ini. a. Konflik Islam Modern Dan Islam Tradisional Di Indonesia Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an, melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984, respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik. Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society. Antagonisme politik yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno), membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi komplementatif dan suplementatif. Dengan cirri seperti ini, sipil society berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang, state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan. Pendekatan Hegelian seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam. Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar 1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP. Dengan motivasi seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an. Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999). Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya. Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.
BAB II PEMBAHASAN 1. Gerakan kasus Sosial Keagamaan Permasalahan antar kelompok agama baru-baru ini menjadi perhatian dari berbagai pihak dan kalangan di Indonesia. Pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu yang berada di Indonesia melakukan berbagai usaha dalam menjawab permasalah hubungan antar kelompok agama ini, yang pada dasarnya adalah wilayah yang terbungkus oleh lingkungan multikultural. Akan tetapi, dalam pandangan masyarakat awam, langkah yang ditempuh oleh pihak-pihak yang harus bertanggung jawab tersebut, terkesan tidak memberikan hasil. Hal ini dinilai dari fakta dan realita yang ada, terutama yang diketahui dari berbagai media massa, bahwa masalah konflik antar kelompok ini tidak pernah menemukan titik temu untuk menyatakan damai. Salah satu masalah yang sangat sensitif, berhubungan dengan konflik antar kelompok ini, adalah permasalahan konflik antar pemeluk agama. Bahkan dalam beberapa kasus telah terjadi proses kriminalisasi terhadap kelompok-kelompok minoritas oleh kelompok dominan, dengan mempermasalahkan penodaan suatu agama dan mengganggu ketertiban umum. Indonesia memiliki struktur masyarakat yang majemuk yaitu, terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, kelompok, dan agama dalam kelompok masyarakat muncul praktek-praktek eksklusif sosial. Praktek eksklusif berdasar agama ini menyebabkan pengabaian, pengasingan dan pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang berdasarkan oleh pemahaman ajaran agama. Praktek eksklusif ini sering menimpa kelompok minoritas yaitu kepercayaan dan kelompok sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh negara. Pihak yang mempunyai daya untuk melakukan praktek eksklusif sosial terhadap kaum minoritas ini adalah kaum dominan (kelompok agama yang berkuasa) demi memperoleh kekuatan dan perhatian dari penguasa. Pluralitas agama di Indonesia di satu sisi menjadi kekayaan bangsa namun di sisi lain menjadi ancaman yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di masyarakat, bahkan disintegrasi nasional. Salah satu kasus keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah kasus ahmadiyah. a. Sejarah Ahmadiyah Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174 negara yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, dan Eropa. Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah anggota mereka di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran atau bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908. Dia dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835. Dia tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut atau berbohong, berpenyakit dan pencandu narkotik. Pemerintah koloni Inggris banyak berbuat baik kepada mereka sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah koloni Inggris. Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya. Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908. Pada awalnya, Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam yang lain sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW. 2. Ciri-ciri kkonsep keagamaan Agama atau bahasa arabnya ad-Din berasal dari asal kata da ya na. Dalam kamus arab traditioanal ia memberikan banyak arti, dari berbagai makna dayana ada 4 pengertian yang mempunyai hubung kait dengan agama menurut persepsi Islam: a. Dain/ qardh bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan rapat dengan kewujudan manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245), manusia yang berasal dari tiada kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat yang tak terhingga (wain tauddu). Sebagai peminjam kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa, akan tetapi Pemilik sebenar adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahkan untuk dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan beribadah, dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan manusia(al-Dhariyat:56). b. Maddana juga berasal dari kata dana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani, maddana yang bermakna membangun dan bertamaddun, oleh itu madinah dan madani hanya boleh digunakan untuk masyarakat yang beragama dan bukan sekular. Dari pengertian ini juga kita lihat ianya berhubung kait dengan konsep khilafah dimana manusia telah diamanahkan oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun tamadun yang sesuai dengan keinginan Allah(al-Qasas:5, al-Nur:55). c. Perkataan dana juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah sebagai Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Ini bermakna Allah adalah satu-satunya tuhan yang disembah, ditaati, dialah penguasa dan Raja. Tauhid uluhiyyah ini yang membezakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah al-hakimiyyah dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh tunduk kepada undang-undang buatan manusia. Kerana Allah Yang maha bijaksana dan maha mengetahui telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk ditegakkan dan dipatuhi(Yusuf:40,al-Nisa’:65). d. Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural, percaya adanya tuhan yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib disebalik apa yang dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah (al-Zukhruf:9, al-Rum:30) Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan seorang bayi itu lahir sebagai seorang Muslim. 3. Konsep Pengajaran Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seseorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Menurut Wasty Soemanto (1997 : 21) Pembelajaran mempunyai pengertian sebagai berikut: Pembelajaran mempunyai pengertian mirip dengan pengajaran, walaupun menpunyai konotasi yang berbeda. Dalam kontek pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek efektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Sedangkan menurut Darsono (2000:16) “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45)“Sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan, bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi perubahan tingkah laku siswa”. Kata pembelajaran merupakan pengganti istilah mengajar yang sudah cukup lama digunakan dalam dunia pendidikan.dengan adanya perubahan istilah ini diharapkan guru selalu ingat bahwa tugas utama adalah membelajarkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Darsono (2000:16) menyatakan bahwa “Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik”. Sedagkan proses pembelajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000: 45) menyatakan “sebagai proses mengkoordinasi sejumlah komponen berupa tujuan,bahan ajar, metode dan alat serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan, demi adanya perubahan pada tingkah laku siswa”. Di sisi lain Darsono (2000: 21) menyatakan bahwa suatu pembelajaran memiliki cirri-ciri, diantaranya sebagai berikut: 1. Direncanakan secara sistematis 2. Menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa 3. Menyediakan bahan belajar yang mearik dean menantang siswa 4. Menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik 5. Menciptakan suasana belajar aman dan menyenangkan bagi siswa 6. Membuat siswa siap menerima pelajaran,secara fisik dan psikis. Dari paparan diatas terlihat bahwa pembelajaran memiliki tujuan dalam membantu siswa memperoleh berbagai pengalaman,perubahan tingkah laku serta peningkatan kualitas dan kuantitas. Kriteria keberhasilan pembeLajaran menurut Sudjana dan Ibrahim (2000 :48) dapat ditinjau sari sudut proses dan sudut hasil yang dicapai nya, dengan criteria sebagai berikut: Kriteria keberhasilan pembelajaran ditinjau dari sudut proses. 1. Pengajaran direncanakan dan dipersiapkan dahulu oleh guru serta melibatkan siswa secara sistematik 2. Guru memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan pembelajaran 3. Siswa menempuh kegiatan pembelajaran melalui metode dan multi media yang dipakai guru 4. Pembelajaran dirancang dengan menyenangkan 5. Siswa memiliki kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya 6. Kelas memiliki suasana yang kaya alat dan bahan sehingga klas berperan sebagai laboratorium. Dari berbagai faktor pembelajaran Sudjana dan Ibrahim (2000 :47) “Menyatakan adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari”. Dari kutipan diatas jelas bahwa siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Mereka harus mengarahkan segala cara untuk mencapainya. Walaupun demikian hasil yang diraih siswa masih tergantung dari lingkungan. Ada factor-faktor luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengeruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pembelajaran. Kualitas Pembelajaran yang dimaksud adalah tnggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa disekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Cara memberikan pelajaran yang digunakan pengajar dalam memberikan pelajaran dan bimbingan sering kali berpengaruh terhadap siswa dalam menyelesaikan sekolahnya. Memang tidak dapat dipungkiri ada sebagian pengajar yang memberikan pelayanannya dengan kurang tepat, tanpa memperhatikan apakah siswa mengerti atau tidak, berbicara kurang jelas sehingga siswa kurang mengerti pelajaran dengan baik. Menurut Slameto (2000 : 52) “Penjabaran dari metode pembelajaran adalah suatu cara yang harus dilalui didalam pembelajaran, supaya siswa dapat menerima, menguasai dan mengembangkan pelajaran yang diberikan guru, maka cara yang dilakukan dalam pembelajaran haruslah tepat,efisien serta efektif”. 4. Pola-pola sosial keagamaan Agama mengandung pengertian yang berhubungan serta mengatur segala aspek kehidupan manusia yang bersifat rohaniah dan bersifat jasmaniah. Agama sebagai pengatur hidup akan dapat dirasakan manfaatnya apabila pemeluknya menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya itu. Istilah agama dalam bahasa Inggris dikenal sebagai religion, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah religie, serta dalam bahasa Arab dipergunakan kata ad din. Ad din merupakan suatu istilah untuk menyebut satu macam ilmu yang berdasarkan iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada Rasul atau utusan-Nya dengan jalan wahyu. Dalam bahasa Latin, istilah religion berasal dari kata re-eligare, yang berarti memilih kembali dari jalan sesat ke jalan Tuhan. Istilah agama, semula berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas tiga suku kata, yakni: a, gam, dan a. Huruf: a sebagai awal kata mengandung makna: tidak, kata: gam sebagai akar kata kerja berarti pergi, sedangkan huruf: a sebagai akhiran tidak mengandung makna apapun. Dengan demikian istilah agama dalam bahasa Sanskerta berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi. Istilah agama dalam bahasa Sanskerta juga bisa diartikan sebagai suatu doktrin, atau aturan tradisional yang suci. Pengertian agama dalam arti jiwa kerohanian agama yang bersangkutan mengandung makna sebagai dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Adapun menurut pendapat Anthony FC Wallace, dalam bukunya yang berjudul “An Antropological View “, definisi agama adalah seperangkat upacara, yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Jadi, menurut pandangan Wallace, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan manusia. Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya yang berjudul “Sociolo-gy” mendefinisikan agama sebagai suatu pola akidah-akidah atau kepercayaan-kepercayaan, sikap emosional dan praktik-praktik yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba meme-cahkan soal-soal “ultimate“ dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini Ogburn dan Nimkoff hanya memandang agama sebagai suatu gejala sosial dan tidak menyebut agama sebagai pegangan atau tuntunan bagi kehidupan manusia. a. Unsur-Unsur Agama Pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara agama dan religi. Dalam praktiknya di Indonesia sebutan agama hanya dibatasi pada semua sistem religi yang secara resmi diakui oleh negara, artinya agama yang mengajarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki Nabi sebagai pendiri agama, memiliki Kitab Suci, memiliki umat yang menganutnya, diakui keberadaannya di dunia internasional, memiliki tempat ibadah khusus, dan terdapat kegiatan ritual. Secara terperinci Koentjaraningrat mengemukakan bahwa tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat komponen, yaitu sebagai berikut. 1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius. 2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta tentang wujud dari alam gaib. 3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. 4. Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan dan yang melakukan upacara-upacara religius. Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara religius, dan kelompok-kelompok religius yang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religius merupakan ciptaan dan hasrat akal manusia, sedangkan komponen emosi keagamaan digetarkan oleh cahaya Tuhan. Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang mengge-rakkan jiwa manusia. Hal tersebut dapat dirasakan manusia dalam keadaan seorang diri dan dalam kondisi lingkungan yang sunyi senyap. Dalam keadaan demikian manusia dapat berdoa dengan khidmat sambil membayangkan Tuhan, dewa, roh atau lainnya yang merupakan wujud keyakinan religiusnya. Sistem kepercayaan dalam suatu religi dijiwai oleh emosi keagamaan, tetapi sebaliknya emosi keagamaan juga bisa terpengaruh oleh sistem kepercayaan. Sebagai contoh: seorang umat Katolik yang masuk ke dalam gereja Katolik dan melihat kemegahan altar dengan salib dan patung Yesus, bisa merasakan emosi dalam dirinya yang menimbulkan perasaan khidmat, hormat, teduh, dan perasaan yang cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Padahal bagi orang yang bukan beragama Katolik apabila masuk ke gereja tersebut tidak merasakan apa-apa dalam dirinya, dingin tanpa emosi sama seperti bila melihat benda-benda serupa di toko atau di tempat lain. Dalam hal ini benda-benda yang ada di dalam gereja seperti salib dan patung Yesus merupakan unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan Katolik. Unsur-unsur utama dalam sistem kepercayaan masing-masing agama berbeda-beda, salah satu unsur yang sama adalah Kitab Suci, karena setiap agama berpedoman pada ajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika orang bisa sedemikian marah dan tersingggung jika benda-benda yang merupakan bagian dari sistem kepercayaannya disia-siakan orang lain. Banyak konflik horizontal yang berbau SARA meletus karena letupan emosi keagamaan. Komponen yang merupakan pelaku sistem upacara religius adalah para pengikut atau umat yang tergabung dalam kesatuan sosial atau kelompok religius, sebagai umat yang menganut sistem upacara religius tersebut. Kelompok religius ini bisa terdiri atas: 1. keluarga inti; 2. kelompok kekerabatan yang lebih luas; 3. kesatuan komunitas; 4. organisasi religius. Kelompok dan kesatuan religius tersebut pada umumnya berorientasi terhadap sistem kepercayaan dari religi yang bersang-kutan dan secara berulang atau sebagian atau dalam keseluruhan-nya secara periodik berkumpul untuk melakukan sistem upacara-nya. Dalam kehidupan di dunia ini, kita pasti memeluk suatu agama. Dengan agama, kehidupan kita akan teratur, baik dalam aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sebagai manusia yang beragama kita harus menghayati dan mengamalkan ajaran agama kita masing-masing. Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai landasan, pegangan, dan tuntunan untuk berbuat dan berperilaku dalam menghadapi segala macam permasalahan kehidupan. Agama mengandung tiga inti pokok dasar sebagai berikut. 1. Iman. 2. Ibadat (liturgi). 3. Akhlak. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara anggota masyarakat. Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadat maupun dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama. Ibadat (liturgi) mempunyai peran ganda sebagai berikut. 1. Sebagai pengatur hubungan setiap pribadi dengan Sang Pencipta. 2. Sebagai alat untuk mengatur hubungan antara sesama manusia. Akhlak sebagai bagian pokok agama merupakan bagian dari pembentukan sikap mental yang merupakan syarat terpenting dalam membina dan memelihara ketenteraman masyarakat. Jika dalam suatu masyarakat yang anggotanya terdiri atas pribadi-pribadi berakhlak baik, akan terbina dan terpelihara ketenteraman. Dengan demikian akhlak merupakan kekuatan moral serta pencerminan dari kebersihan dan kesucian jiwa yang mempunyai kekuatan lebih dari hukum, undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. Pada masa kehidupan manusia purba, kehidupan manusia sangat bergantung pada keadaan alam sekitarnya. Manusia purba belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatasi segala bentuk perubahan alam. Mereka selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam mengatasi berbagai bentuk perubahan alam lingkungan di sekitarnya. Ketergantungan hidup manusia purba terhadap kondisi alam memunculkan pola pemikiran yang mengakui adanya kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Mereka menghadapi kekuatan-kekuatan gaib tersebut dengan kekuatan gaib pula, yaitu dengan mengadakan upacara-upacara khusus sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang ia alami. Misal: mengalami bahaya banjir besar mereka berupaya mengadakan upacara ritual untuk mencegah terjadinya banjir ketika memulai bercocok tanam mereka mengadakan upacara khusus agar hasil tanamannya baik, dan sebagainya. 5. Konflik atau kasus keagamaan di Indonesia Mesjid Istiqlal karya-arsitektural seorang Batak-Kristen, F. Silaban, bersebelahan dengan sebuah Katedral di Jakarta (Sumber: zakiahhidayati.wordpress.com). Di Bekasi, tak jauh dari jakarta, sekelompok saudara-saudara kita dari Front Pembela Islam (FPI) mengancam keselamatan sesama saudara-saudari Indonesia mereka sendiri. Upaya-upaya silaturahmi antara komunitas-komunitas Kristen dengan komunitas-komunitas Muslim termasuk FPI dalam menjalankan pelayanan sosial. Tidak hanya di kalangan Islam ada yang kita sebut Islam garis keras, sebenarnya ini adalah istilah yang debateable, sebab setahu saya PFI pun tak mau disebut sebagai kelompok garis keras. Mereka mengatakan mereka pembela Islam dan silahkan kita hargai itu. Di kalangan Kristen ada juga yang bergaris-keras, walau tentu saja, mereka pun tak menyukai istilah ini. Mereka menyebut diri sebagai pihak yang menjalankan mandat agama. Berbeda dengan agama Yahudi atau Parmalim di Tanah Batak, baik Kristen maupun Islam adalah agama-agama yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pengikut Yahudi atau Parmalim tak punya kepentingan untuk menyahudikan atau memarmalimkan yang bukan Yahudi atau yang bukan Batak. Kristen dan Islam sebaliknya, kedua agama ini boleh mengkristenkan dan mengislamkan yang bukan Kristen atau yang bukan Islam. Artinya: orang yang belum Kristen boleh masuk Kristen; yang belum Islam boleh masuk Islam. Maka wajar bisa muncul konflik apalagi kalau ada yang Muslim menjadi Kristen atau sebaliknya. Khususnya di Indonesia, dalam pengamatan saya, kita lebih mudah ribut kalau yang pindah agama itu yang Muslim ke Kristen, kalau sebaliknya, suara keributan jauh lebih kecil atau tak terdengar. Mungkin ini ada kaitannya dengan persentasi pemeluk kedua agama ini di Indonesia. Untuk konteks seperti Indonesia bahkan untuk konteks global, adalah baik dan paling baik bagi para pemeluk agama sedapat mungkin saling bersilaturahmi termasuk dalam menjalankan pelayanan sosial mereka sehingga hal-hal negatif dan saling curiga akibat tidak saling mengerti bisa kita hapuskan. Menghabiskan energi untuk saling berkonflik dan saling curiga, tiada yang untung sama sekali. Malah menguras energi dan membuat citra kita di dalam maupun di luar negeri menjadi buruk. Kalau kita bisa saling bersilaturahmi di tingkat akar-rumput dengan baik, itu akan menjadi kekuatan besar; menjadi modal sosial bersama-sama termasuk untuk memperbaiki kualitas bangsa ini. a. Konflik Islam Modern Dan Islam Tradisional Di Indonesia Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an, melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984, respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik. Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society. Antagonisme politik yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno), membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi komplementatif dan suplementatif. Dengan cirri seperti ini, sipil society berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang, state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan. Pendekatan Hegelian seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam. Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar 1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP. Dengan motivasi seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an. Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999). Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya. Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.

Senin, 08 Oktober 2012

Manajemen Stress


PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
(MANAJEMEN STRESS, OLAHRAGA, DIET DAN KONTROLLING)

Hipertensi merupakan penyakit yang cukup terkenal di kalangan kita, penyakit ini merupakan salah satu penyebab kecacatan atau bahkan kematian akibat terjadinya stroke, serangan jantung, gagal ginjal dan lain-lain. Untuk mencegah dan menghindari terjangkitnya hipertensi maka perlu dilakukan suatu penatalaksaan hipertensi antara lain yaitu:
1.      Manajemen stress
Stres berasal dari kata stringere (bahasa latin), yang dapat diartikan sebagai "suatu proses pernyataan atau penghentian sejenak organ-organ yang ada dalam jaringan tubuh", dan itu merupakan respons tubuh terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
Peringatan dini yang menandakan munculnya stres bisa berupa berubahnya suasana hati secara perlahan, sakit kepala yang berkepanjangan akibat tegangnya urat-urat saraf, sakit perut, munculnya ketidaksabaran dalam menyelesaikan tugas, kehilangan konsentrasi dalam memecahkan suatu persoalan. Gejala-gejala awal ini jika disadari sedikit demi sedikit bisa diredam, namun jika dibiarkan akan berlanjut pada gejala berikutnya seperti susah tidur (insomnia), kulit wajah yang berminyak, rambut mengalami kerontokan, munculnya kebiasaan makan berlebihan sehingga tubuh mengalami kelebihan berat badan (OBESITAS). Dan jika masih juga belum dapat diredam akan muncul depresi yang kronis, penyakit kulit, alergi, atau sakit punggung yang menahun. Stres yang tak dapat redam dalam waktu lama, akan menggerogoti tubuh hingga menimbulkan berbagai penyakit berat, seperti luka lambung yang menahun (maag), tekanan darah tinggi (hipertensi) sampai serangan jantung koroner.
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yaitu saraf yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan. Langkah-langkah sederhana untuk manajemen stress adalah:
·         Luangkan waktu untuk santai. Beri diri anda kesempatan untuk beristirahat biarpun hanya untuk beberapa saat setiap hari. Sisihkan waktu paling tidak 15 menit untuk bersantai.
·         Lihat sekitar anda dan beradaptasi terhadap setiap perubahan. Kehidupan ini senantiasa berubah. Termasuk rencana kita, yang dapat berubah lantaran munculnya berbagai rintangan. Untuk itu belajarlah memahami dan mengendalikan segala perubahan yang ada. Dan janganlah segala perubahan/masalah itu anda tafsirkan negatif, mungkin ada sesuatu yang benar-benar dapat anda ubah atau kendalikan dalam situasi tersebut. Jika penerimaan kita selalu negatif, maka sama saja dengan mengundang datangnya stres dalam jiwa kita. Hadapilah segala perubahan itu dengan segala keberanian dan tingkah laku positif. Berusahalah untuk dapat menyesuaikan diri terhadap segala bentuk perubahan, baik perubahan besar maupun kecil termasuk pula perubahan yang tidak pernah kita duga sebelumnya.
·         Relaksasikan diri anda dan gerakan fisik/olahraga. Meditasi dan latihan pernafasan telah terbukti efektif dalam mengendalikan stress. Berlatihlah untuk menjernihkan pikiran anda dari pikiran-pikiran yang menggangu. Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dapat menghilangkan rasa marah, frustasi, dan konflik bathin. Cara-cara itu dianggap paling konstruktif dalam menyaring segala perasaan negatif.
·         Ungkapkan perasaan. Jangan pendam perasaan hati anda, sebab itu akan menimbulkan stres yang negatif. Berusahalah secara positif dan kreatif agar orang lain mengerti ungkapan perasaan kita terhadap berbagai kejadian serta keputusan yang berhubungan dengan hati kita.
·         Jangan membebani diri anda secara berlebihan. dengan mengeluh mengenai seluruh beban kerja anda. Tangani setiap tugas sebagaimana mestinya, atau tangani secara selektif dengan memperhatikan beberapa prioritas.
·         Secara selektif ubahlah cara anda bereaksi. Tapi jangan terlalu banyak sekaligus. Fokuskan pada satu masalah dan kendalikan reaksi anda terhadap hal ini.
·         Ubahlah cara pandang anda. Belajarlah untuk mengenali stress. Tingkatkan reaksi tubuh anda dan buatlah pengaturan diri terhadap stress.
·         Hindari reaksi yang berlebihan; Mengapa harus membenci jika sedikit tidak suka sudah cukup? Mengapa harus merasa bingung jika cukup dengan hanya merasa gugup? Mengapa harus mengamuk jika marah saja sudah cukup? Mengapa harus depresi ketika cukup dengan merasa sedih?
·         Cobalah untuk menjadi seseorang yang positif. Tanamkan pada diri anda bahwa anda dapat mengatasi segala sesuatu dengan baik daripada hanya memikirkan betapa buruknya segala sesuatu yang terjadi. "Stress sebenarnya dapat membantu ingatan, terutama pada ingatan jangka pendek dan tidak terlalu kompleks.
·         Makanan bergizi. Kunci utama kehidupan sehat adalah makanan bergizi. Beberapa makanan tertentu dapat menurunkan stres, seperti ikan, daging, unggas, dan makanan yang kaya akan vitamin B6 (hati, pisang, anggur, wortel, kacang polong, kentang dan daging sapi). Juga perbanyak minum air putih. Hindari alkohol dan kafein yang banyak ditemukan di dalam berbagai minuman hangat, termasuk teh, cokelat dan kopi.
·         Cukup istirahat. Istirahat dan tidur yang cukup merupakan salah satu cara untuk mengurangi stres.
·         Menghindarkan diri dari kecemasan. Mencari jalan keluar yang terbaik dalam mengatasi konflik yang sedang berkecamuk, sangatlah penting. Belajarlah untuk tidak terlalu cemas terhadap segala sesuatu yang belum jelas duduk persoalannya.
·         Kurangi beban. Prioritaskan pekerjaan, tugas atau segala sesuatu yang sifatnya penting dan mendesak, ketimbang melakukan hal-hal lain yang kurang penting.
·         Miliki rasa humor. Belajarlah untuk memiliki rasa humor.
·         Beradaptasi terhadap setiap perubahan. Kehidupan ini senantiasa berubah termasuk rencana kita, yang dapat berubah lantaran munculnya berbagai rintangan. Untuk itu belajarlah memahami dan mengendalikan segala perubahan yang ada. Dan janganlah segala perubahan itu anda tafsirkan negatif. Hadapilah segala perubahan itu dengan segala keberanian dan tingkah laku positif. Berusahalah untuk dapat menyesuaikan diri terhadap segala bentuk perubahan termasuk pula perubahan yang tidak pernah kita duga sebelumnya. (dari berbagai sumber)  
2.      Olah Raga
Latihan jasmani yang teratur sepanjang tidak bertentangan dengan keadaan atau penyakit yang dialami penderita akan memberi manfaat dalam menurunkan tekanan darah.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Pada penelitian Firmingham, aktivitas sedang-tinggi adalah bersifat protektif terhadap stroke (Kiely et al, 1994). Meskipun demikian masyarakat di dunia masih banyak yang memiliki gaya hidup sedentary.
Dua analisis menunjukkan keuntungan dari berolahraga: Jalan-jalan dapat menurunkan tekanan darah ± 2 mm Hg, sementara latihan aerobik dapat menurunkan tekanan darah sistolik ± 4 mm Hg dan diastolik ± 2 mm Hg. Oleh karena itu, aktivitas fisik meningkat dari rendah menjadi sedang, antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.
3.      Diet
Dalam gaya hidup sehat yang utama adalah makanan yang kita konsumsi. Terdapat beberapa kriterian makanan, yaitu makanan yang harus dihindari dan makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi. Bagi penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa makanan berikut:
·         Buah-buahan
Dengan mengkonsumsi buah segar secara teratur dapat menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan mencegah kanker. Contoh jenis buah yang dianjurkan adalah: buah yang berwarna gelap (mengandung banyak serat), buah pisang, anggur merah dan apel (dapat mengurangi bahaya kolesterol dan mencega penggumpalan darah), buah jenis berry (bersifat antioksidan)
·         Sayur
Sebagaimana buah-buahan, sayur juga banyak mengandung vitamin dan phytochemical serta serat. Sayur yang dapat digunakan untuk pencegahan hipertensi ini seperti seledri, bawang dan sayur hijau lainnya. Bawang putih misalnya mampu menurunkan tekanan darah tinggi serta menurunkan kolesterol dan pencegah pengumpalan darah.
·         Serat
Makanan yang banyak mengandung serat sangat penting untuk keseimbangan kolesterol. Serat terdapat dalam tumbuhan, terutama pada sayur, buah, padi-padian, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain dapat menurunkan kadar kolesterol karena dapat mengangkut asam empedu, serat juga dapat mengatur kadar gula darah dan menurunkan tekanan darah.
·         Karbohidrat jenis kompleks
Karbohidrat jenis kompleks seperti nasi, pasta, kentang, roti lebih aman bagi penderita hipertensi daripada karbohidrat sederhana seperti gula, manisan atau soda. Hal ini dikarenakan gula sederhana lebih mudah meningkatkan kadar gula darah dan ini berimplikasi kepada terjadinya hipertensi.
·         Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral juga sangat penting untuk menyeimbangkan proses-proses fisiologi di dalam tubuh kita, termasuk juga untuk menyeimbangkan tekanan darah.
·         Teh
Teh telah cukup terkenal sebagai antioksidan yang efektif, selain itu teh juga dapat mengurangi resiko hipertensi ataupun stroke. Pengkonsumsian teh secara teratur dan seimbang dapat menjaga pola hidup sehat.
Selain makanan-makanan yang dianjurkan, dalam usaha menerapkan pola hidup sehat, juga ada beberapa makanan yang harus dihindari atau dibatasi, antara lain:
·         Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru-paru, minyak kelapa,  dll)
·         Makanan yang diolah menggunakan garam natrium, misalnya biscuit, cracer, keripik dan makanan kering yang asin.
·         Makanan atau minuman kaleng, contohnya adalah sarden, sosis, korned, soft drink dll. Hal ini dikarenakan makanan-makanan umumnya mengandung pengawet yang tidak baik bagi kesehatan.
·         Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan, ikan asin, telur asin, selai kacang, pindang dll)
·         Susu full cream, mentega, margarin, keju mayonise, serta sumber protein hewani yang mengandung banyak kolesterol, seperti daging merah (baik sapi apalagi kambing), kuning telur, dan kulit ayam.
·         Penyedap makanan.
·         Alkohol serta makanan yang mengandung alkohol
Untuk pengaturan pola makanan sehari-hari bagi penderita hipertensi yaitu dengan selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan sampai lebih dari 1 sendok per hari. Meningkatkan pasokan kalium 94,5 gram atau 120-175 mEq/hari dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium. Kecukupan kalsium juga harus dipantau untuk mencegah atau mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium.
Untuk diet bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang, jahe, kencur serta bumbu-bumbu lain yang tidak asin atau mengandung banyak garam natrium. Selain itu, penderita hipertensi juga harus memperhatikan hal- hal berikut:
o    Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
o    Menghentikan kebiasaan merokok
o    Menghentikan kebiasaan minum kopi
4.      Kontrolling
Pada hipertensi lanjut usia, penurunan tekanan darah hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Penurunan tekanan darah yang direkomendasikan untuk hipertensi lanjut usia adalah 20 mmHg dari tekanan darah awal. Kontrol tekanan darah adalah dengan terapi farmakologis yaitu dengan konsumsi rutin obat-obatan penurunan tekanan darah.